Senin, 15 Juni 2009

Pertanyaan :

Assalamu alaikum..
ustadz, ana pernah baca bahwa hadist tentang mengusap tengkuk saat berwudhu (“Mengusap tengkuk merupakan pelindung dari penyakit dengki”) adalah hadist lemah bahkan palsu dan tidak bisa dijadikan hujjah dalam beramal atau berhukum.. mohon penjelasannya.. syukron wa jazakumullahu khoiron.                    (Sujud Firmansyah)


Jawaban :

Wa’alaikum salam warahmatullah wabarakatuhu,
Hadits yang antum maksudkan diriwayatkan oleh Imam Abu Ubaid Qasim bin Sallam dalam kitab beliau Ath Thuhur dengan sanadnya sampai kepada sahabat Musa bin Tholhah radhiyallohu anhu, beliau berkata:

« مَنْ مَسَحَ قَفَاهُ مَعَ رَأْسِهِ وُقِيَ الْغُلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »

“Barangsiapa yang mengusap tengkuknya bersama kepalanya (pada saat wudhu) niscaya lehernya dilindungi dari belenggu rantai di hari kiamat”

Sedikit koreksi dari terjemahan yang antum sebutkan : “…pelindung dari penyakit dengki” seharusnya diterjemahkan “dilindungi dari belenggu rantai”. Kesalahan ini muncul karena seharusnya kata al ghull dalam hadits itu dibaca dengan al ghill.

Kata al ghill memang berarti dengki tapi yang benar dalam hadits ini dibaca al ghull yang berarti belenggu yang terbuat dari rantai sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar Ra’ad : 5:

...وَأُولَئِكَ الْأَغْلَالُ فِي أَعْنَاقِهِمْ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“…..Orang-orang itulah yang kafir kepada Tuhannya; dan orang-orang itulah (yang dilekatkan) belenggu di lehernya; mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Ar Ra’ad : 5)

Juga firman-Nya :

... وَجَعَلْنَا الْأَغْلَالَ فِي أَعْنَاقِ الَّذِينَ كَفَرُوا هَلْ يُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

…Dan Kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Saba’ : 33)

Kedua ayat itu menyebut aghlaal yang merupakan bentuk jamak dari kata ghull diterjemahkan dengan belenggu bukan ghill (dengki).

Adapun pertanyaan antum tentang kedudukan haditsnya maka hadits di atas mauquf (sanadnya hanya sampai kepada sahabat) bukan dari sabda Rasulullah shallallohu alaihi wasallam. Ada juga hadits semakna dengan hadits ini yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Tarikh Ashbahan dan Abu Manshur Ad Dailami dalam Musnad Al Firdaus secara marfu’ dari Abdullah bin Umar radhiyallohu anhuma bahwa Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam bersabda,

من توضأ ومسح بيديه على عنقه وقي الغل يوم القيامة

“Barangsiapa yang berwudhu dan mengusap di atas lehernya dengan kedua tangannya maka niscaya (lehernya) dilindungi dari belenggu di hari kiamat”

Sanad hadits ini juga lemah karena di dalamnya ada Abu Sahal Muhammad bin ‘Amr Al Anshori Al Bashri yang mana orang ini disepakati kelemahannya bahkan menurut Yahya bin Said Al Qaththan sangat lemah. Pada sanad Abu Nu’aim guru beliau yang bernama Muhammad bin Ahmad bin Ali juga dilemahkan oleh beberapa ulama seperti Imam Daraquthni dan ‘Iraqi.

Karena itu banyak ulama hadits yang menegaskan akan kelemahan hadits ini, diantaranya :
1. Ibnu Sholah mengatakan perkataan ini tidak dikenal dari Nabi shallallohu alaihi wa sallam akan tetapi hanya perkataan sebagian salaf. (lihat At Talkhish Al Habir 1/286)
2. Imam Nawawi di kitabnya Al Majmu’ mengatakan bahwa hadits ini palsu, sehingga beliau menilai mengusap leher pada saat berwudhu sebagai bid’ah
3. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di Majmu’ Al Fatawa (21/127-128)
4. Imam Ibnul Qayyim di dua kitab beliau Zaadul Ma’ad (1/187) dan Al Manar Al Munif (hal 120), bahkan di kitab Al Manar beliau menegaskan sebagai hadits bathil
5. Imam Ibnul Mulaqqin juga menyebutkan kelemahannya dalam Al Badr Al Munir (2/224)
6. Imam Al Iraqi di kitab beliau Al Mughni yang mentakhrij hadits-hadits yang terdapat di dalam Ihya’ Ulum Ad Dien (1/82, no.308)
7. As Suyuthi dalam Dzail Al Ahadits Al Maudhu’ah
8. Al Albani di Silsilah Al Ahadits Adh Dho’ifah (1/168, no.69) dan Tamam Al Minnah (hal. 98-99)
Adapun hukum mengusap tengkuk atau leher pada saat berwudhu maka diikhtilafkan oleh para ulama, madzhab Hanafiyah menganjurkannya namun karena sandaran yang digunakan oleh yang membolehkan atau menganjurkannya nya adalah hadits yang lemah maka pendapat yang rojih adalah yang tidak menganjurkan, wallohu a’lam.
Bagi yang ingin membaca penjelasan ulama tentang masalah ini disamping buku-buku yang telah kita sebutkan di atas, silakan juga merujuk ke fatwa-fatwa Masyayikh berikut ini :
1. Fatawa Al Lajnah Ad Daimah (5/235-236)
2. Majmu’ Fatawa Sy. Bin Baz (10/102)
3. Al Muntaqa min Fatawa Asy Syekh Al Fauzan


Kesimpulannya : Hadits yang antum pertanyakan sanadnya dhoif/tidak shohih sehingga tidak diamalkan akan tetapi kelemahannya tidak sampai ke derajat maudhu’ (palsu), sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar di kitab beliau At Talkhis dan
diikuti oleh Imam Syaukani di dua kitab beliau Nailul Authar dan Sail Al Jarror,wallohu a’lam.

1 komentar:

Sujud Firmansyah mengatakan...

syukron ustadz wa jazakallah khoir..

Posting Komentar