Senin, 08 Juni 2009

Pertanyaan :
Bismillah washalaatu wa salam ‘ala Rasulillah….
Afwan ust ana pernah membaca satu hadist yang artinya ( Barang siapa yang menghafal 40 hadits dari urusan agama, maka Allah akan membangkitkannya dalam keadaan faqih dan ‘alim) pertanyaanx apakah hadits ini benar?? dan bagaimana dengan orang yang mencukupkan untuk menghafal 40 hadits saja, dngn berdalihkan hadits ini? wa jazakumullahu khoiron. (Kholid Walid)
Jawaban :
Hadits yang antum tanyakan memiliki banyak sanad dan jalur periwayatan dan telah diriwayatkan sanadnya oleh beberapa imam di kitab-kitab mereka diantaranya:
1. Imam Ar Ramahurmuzi (wafat 360 H) di kitab beliau Al Muhaddits Al Fashil Baina Ar Rowi wal Wa’iy (1/172-174,no.17-19)
2. Imam Baihaqi (wafat 458 H) dalam Syu’abul Iman (4/353-357, no.1596-1597, cetakan I thn 1408 H di Ad Daar As Salafiyah,India)
3. Imam Ibn Abdil Barr (wafat Rabiul Akhir thn 463 H) di kitab beliau Jami’ Bayan Al ‘Ilm wa Fadhlihi (1/193-196, no.205-208)
4. Al Hafizh Al Khathib Al Baghdadi (wafat Dzulhijjah thn 463 H) di kitab beliau Syaraf Ashabil Hadits (hal. 19-20)
5. Ibnu Asakir (wafat 571 H) di kitab beliau Arba’una Haditsan Li arba’ina Syaikhan Min Arba’in Baldatan (hal.21-25)
6. Ibnul Jauzi (wafat 597 H) di kitab beliau Al ‘Ilal Al Mutanahiyah fil Ahadits Al Wahiyah (1/119-126, no. 161-184).
Berikut kami sebutkan sebagian lafal hadits ini sesuai yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Syuabul Iman

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : من حفظ على أمتي أربعين حديثا فيما ينفعهم من أمر دينهم بعثه الله يوم القيامة من العلماء و فضل العالم على العابد سبعين درجة الله أعلم بما بين كل درجتين

Dari Abu Hurairah radhiyallohu anhu berkata, Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang menghafal 40 hadits yang bermanfaat bagi ummatku dari urusan dien mereka niscaya Allah akan membangkitkannya di hari kiamat bersama para ulama. Keutamaan seorang alim dibandingkan seorang abid (ahli ibadah) sebanyak 70 derajat dan Allah yang lebih tahu berapa jarak antara satu derajat ke derajat berikutnya

عن أبي الدرداء رضي الله عنه قال : سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم : ما حد العلم إذا حفظه الرجل كان فقيها فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : من حفظ على أمتي أربعين حديثا من أمر دينها بعث الله فقيها و كنت له يوم القيامة شافعا وشهيدا

Dari Abu Darda radhiyallohu anhu berkata, Rasulullah shallallohu alaihi wasallam telah ditanya apa batasan ilmu jika seseorang menghafalnya maka dia termasuk faqih? Rasulullah shallallohu alaihi wasallam menjawab, “Barangsiapa menghafal bagi ummatku 40 hadits dari perkara dien mereka, niscaya Allah akan membangkitkannya di hari kiamat sebagai seorang faqih dan aku menjadi pemberi syafaat dan saksi baginya

Penjelasan Ulama Tentang Hadits ini :

Hadits ini walaupun memiliki beberapa jalur periwayatan namun semuanya lemah bahkan sangat lemah, berikut ini beberapa perkataan ulama tentang hadits ini:
1. Imam Ad Daraquthni (wafat 365 H) ketika ditanya tentang riwayat-riwayat hadits ini beliau menjawab, “Seluruh riwayat-riwayatnya lemah tidak ada yang shohih” (Al ‘Ilal Al Waridah fil Ahadits An Nabawiyah 6/33)
2. Imam Ibn Abdil Barr (463 H) ketika menjelaskan salah satu dari sanad hadits ini beliau berkata, “Ali bin Ya’qub bin Suwaid dinisbatkan kepada dusta serta memalsukan hadits dan seluruh sanad hadits ini lemah” (Jami’ Bayan Al Ilm 1/192)
3. Imam Baihaqi (485 H) mengatakan di kitab Syuabul Iman setelah meriwayatkan hadits ini, “Hadits ini nyata dan terkenal di kalangan banyak orang akan tetapi tidak ada sanadnya yang shohih”. Beliau juga mengatakan hal yang mirip dengan ini di kitab beliau Al Arba’un Ash Shughro (hal 22, tahqiq : Abu Ishaq Al Huwayni, Daar Al Kitab Al Arabi)
4. Imam Ibnul Jauzi (wafat 597 H) mengatakan hadits ini diriwayatkan dari beberapa sahabat Rasulullah shallallohu alaihi wasallam diantaranya Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Muadz bin Jabal, Abu Darda, Abu Said Al Khudri, Abu Hurairah, Abu Umamah, Ibn Abbas, Ibn Umar, Ibn Amr bin Ash, Jabir bin Samurah, Anas bin Malik dan Buraidah radhiyallohu anhum jami’an. Kemudian Beliau (Ibnul Jauzi) menyebutkan riwayat-riwayat tersebut secara rinci sambil menjelaskan kelemahan seluruh riwayat tersebut. Setelah menyebutkan seluruh riwayat-riwayat hadits ini, beliau mengatakan, “Berdasarkan hadits yang telah kami jelaskan kelemahan dan cacatnya ini, beberapa ulama mengumpulkan 40 hadits baik yang membahas masalah-masalah pokok maupun masalah furu’, ada juga tentang raqaiq (kelembutan hati), ada juga yang mengumpulkan seluruh masalah ini. Yang pertama menulis hadits-hadits ini adalah Abu Abdirrahman Abdullah bin Mubarak Al Marwazi, lalu Abu Abdillah Muhammad bin Aslam Ath Thusi… dst”. Lalu beliau (Ibnul Jauzi) berkata lagi, “Kebanyakan mereka (yang mengumpulkan hadits-hadits tersebut karena tidak mengetahui cacat dan kelemahan hadits tersebut” (Al ‘Ilal Al Mutanaahiyah 1/128-129)
5. An Nawawi (wafat 676 H) di muqaddimah beliau terhadap hadits-hadits Arba’in menjelaskan, “Telah diriwayatkan kepada kami dari Ali bin Abi Tholib, Abdullah bin Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, Abu Darda’, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu Said Al Khudri radhiyallohu anhum dari jalur-jalur dan periwayatan yang banyak lagi bermacam-macam bahwa Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda, (artinya) : “Barangsiapa menghafal bagi ummatku 40 hadits dari urusan diennya maka niscaya Allah akan membangkitkannya di hari kiamat bersama golongan para fuqaha dan ulama”, di riwayat yang lain : “Allah akan membangkitkannya di hari kiamat sebagai seorang yang faqih dan alim”, di riwayat Abu Darda : “Aku menjadi pemberi syafaat dan saksi baginya di hari kiamat”, di riwayat Ibnu Mas’ud : “…akan dikatakan kepadanya masuklah lewat pintu surga mana saja yang kamu inginkan”, di riwayat Ibnu Umar : “…ditetapkan bersama golongan para ulama dan dikumpulkan bersama golongan para syuhada”. Para huffazh (ahli-ahli hadits) telah bersepakat bahwa hadits ini lemah walaupun memiliki jalur periwayatan yang banyak”
6. Ibnul Mulaqqin (804 H) dalam Al Badr Al Munir (7/278-279) mengatakan, “Hadits ini diriwayatkan dari jalur periwayatan yang banyak dengan beberapa lafazh dan para huffazh telah sepakat akan kelemahannya walaupun memiliki banyak jalur periwayatan”
7. Ibnu Hajar (wafat 852 H) mengatakan, “…Aku telah mengumpulkan jalur-jalur periwayatan hadits ini di satu juz dan tidak ada satu pun jalur periwayatannya yang selamat dari ‘illah qadihah (cacat yang melemahkan) hadits” (At Talkhish Al Habir 3/93-94)
8. Muhaddits Al Ashr Al Albani (wafat 1420 H) setelah menjelaskan kelemahan jalur-jalur periwayatan hadits ini, lalu beliau menukil perkataan Ibnu Abdil Barr dan Nawawi yang kami sebutkan di atas kemudian beliau menyebutkan kesimpulannya, “Pendapat yang hak menurut saya adalah hadits ini maudhu’(palsu) walaupun terkenal di kalangan ulama sehingga beberapa diantara mereka menulis kitab yang bernama Al Arba’in, seandainya hadits ini shohih maka tentu Allah tidak menetapkan pada riwayatnya bersendirinya para pendusta dan pemalsu hadits dalam meriyatkan hadits ini”
Sebagai pelengkap bisa antum juga merujuk ke penjelasan ulama di kitab-kitab berikut :
1. Al Iraqi (804 H) di kitab beliau Al Mughni ‘an Hamlil Asfar fil Asfar (1/12,no.15-cetakan Daar Ibn Al Jauzi)
2. As Sakhawi (902 H) di kitab beliau Al Maqashid Al Hasanah (hal. 480-481, no.1115-Daar Al Kitab Al Arabi, Libanon, cetakan kedua)
3. As Suyuthi (911 H) di kitab beliau Ad Durar Al Muntatsiroh (hal 171, no.388)
4. Asy Syaukani (1250 H) di kitab beliau Al Fawaid Al Majmu’ah (hal 260, no.920-tahqiq: Al Allamah Al Mu’allimi)

Kesimpulan :

* Dari penjelasan yang kami sebutkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa hadits yang antum tanyakan tidak shohih sehingga tidak bisa diamalkan.
* Hal ini juga menjelaskan kepada kita bahwa suatu hadits lemah baru bisa terangkat menjadi hasan jika memiliki beberapa jalur periwayatan dan kelemahannya ringan. Adapun jika jalur periyatannya sangat lemah apalagi mungkar atau palsu maka tidak menjadi kuat walaupun memiliki jalur periwayatan banyak. Bagi yang ingin mendapatkan penjelasan yang luas tentang syarat-syarat hadits dhoif bisa terangkat menjadi hadits hasan silakan merujuk ke buku-buku Musthalah Al Hadits atau membaca risalah khusus tentang masalah ini yang ditulis oleh DR. Murtadho Zain Ahmad Al Sudani yang berjudul : Manahijul Muhadditsin fi Taqwiyatil Ahadits Al Hasanah wa Adh Dho’ifah (hal 77-87)
* Dengan demikian tidak boleh seseorang berdalihkan hadits ini untuk mencukupkan menghafal 40 hadits saja lalu tidak mau menambahnya karena hadits yang mereka perpegangi ini lemah dan sudah kami terangkan dalam pembahasan yang telah lewat bahwa pendapat yang kuat adalah hadits dhoif tidak bisa diamalkan walaupun dalam fadhoil a’mal atau targib dan tarhib,wallohu a’lam
* Kami menasihati kepada seluruh kaum muslimin untuk berusaha semaksimal mungkin menghafal hadits-hadits Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam sebagaimana usaha kita untuk menghafal Al Quran Al Karim. Rasulullah shallallohu alaihi wasallam pernah bersabda,(artinya): “Semoga Allah menjadikan berseri-seri wajah seseorang yang mendengar dari kami hadits lalu dia menghafalkannya kemudian menyampaikannya kepada orang lain…” (HR. Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah dari sahabat Zaid bin Tsabit radhiyallohu anhu)

1 komentar:

Kholid Walid mengatakan...

Jazakumullahu khoiron atas jawabannya.

Semoga Allah menjadikan kita semua mudah dalam menghafal,mengamalkan, dan mendakwahkan HADITS RASULULLAH صلى الله عليه وسلم...nas alullohal qabuul...

Posting Komentar