Jumat, 18 November 2011

Hukum Beramal dengan Hadits Dhoif (Lemah)
Asy Syaikh DR. Abdul Karim Al Khudhair-hafizhahullahu-
 (alih bahasa : Abu Shafwan Al Munawy) 

Asy Syaikh Al Muhaddits Al Faqih Dr. AbdulKarim bin Abdullah Al Khudhair –hafidzahullahu ta’ala- (Anggota Haiah Kibar Ulama dan Komite Tetap untuk Fatwa KSA) ditanya :
“Apa hukum berdalil dan beramal dengan hadits dhoif?”
Beliau menjawab :
            Segala puji hanya bagi Allah Azza wa Jalla, Adapun hukum beramal dengan hadits dhoif maka perlu perincian sebagai berikut :
1. Beramal dengan hadits dhoif dalam masalah aqidah hukumnya tidak boleh berdasarkan ijma’ (kesepakatan ulama Islam).
2. Beramal dengan hadits dhoif dalam masalah hukum-hukum fiqh; jumhur ulama berpendapat tidak membolehkannya.
3. Beramal dengannya dalam masalah fadhail (keutamaan amal), tafsir, dan sirah Nabi; jumhur ulama berpendapat bolehnya berdalil dengan hadits dhoif pada masalah-masalah ini dengan beberapa syarat dan batasan :
- Sisi dhoif (cacat), haditsnya tidak terlalu lemah.
- Hadits dhoif tersebut memiliki dasar hukum dalam syariat.
- Ketika beramal dengannya, tidak boleh meyakini bahwa hadits itu berasal dari Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam- akan tetapi ia hendaknya mengamalkannya hanya sebagai sikap kehati-hatian.
            Imam Nawawi dan Mula ‘Aly Qory –rahimahumallah- telah menukilkan tentang ijma’nya para ulama atas bolehnya beramal dengan hadits dhoif dalam fadhoil ‘amal, akan tetapi ini tidak benar karena sebagian para ulama menyelisihi hal tersebut diantara mereka adalah Abu Hatim, Abu Zur’ah, Ibnul ‘Araby, Asy-Syaukani, dan Al Albaniy –rahimahumullah- dan pendapat inilah (tidak bolehnya beramal dengan hadis dhoif dalam fadhoil ‘amal) yang tersirat dari ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyim –rahomahumallah- serta pendapat ini juga telah diisyaratkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim –rahimahumallah-. Oleh karena itu berdasarkan pendapat ini maka tidak boleh beramal dengan hadits dhoif dalam semua permasalahan agama tanpa terkecuali, dan boleh disebutkan namun hanya sebagai pelajaran. Ibnul Qoyyim juga mengisyaratkan bahwa hadits dhoif mungkin bisa dijadikan sebagai dalil untuk menguatkan salah satu dari dua pendapat yang sama-sama kuat. Namun pendapat yang benar adalah bahwa Hadis dhoif tidak boleh diamalkan/dijadikan dalil selama tidak adanya keyakinan akan adanya hadits lain yang menguatkannya sehingga dapat mencapai derajat hadits hasan lighoirihi. Wabillahi At Taufiq.

Jumat, 05 Agustus 2011

    Bulan Ramadhan memiliki  banyak keutamaan dibandingkan  bulan-bulan lainnya; di dalamnya al-Qur`an diturunkan, puasa yang merupakan salah satu rukun Islam juga diwajibkan pada bulan iniو malam yang lebih baik dari seribu bulan juga ada dalam bulan ini dan di samping itu semua, segudang fadhilah lain pun menanti di bulan mubarak ini.
Dari Abu Hurairah radhiyallohu anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallohu alaihi wasallam memberi kabar gembira kepada para sahabatnya dengan sabdanya:
قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang mubarak (diberkahi). Allah subhanahu wa ta’ala mewajibkan kepadamu puasa di dalamnya; pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan dibelenggu. Juga terdapat dalam bulan ini malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang tidak memperoleh kebaikan lailatul qadr, maka ia orang yang terhalang dari kebaikan." (HR. Nasa`i dan Ahmad serta dinyatakan shahih oleh Albani).
         Ramadhan adalah tamu yang datang sebagai nikmat yang sangat besar bagi hamba-hamba Allah; di bulan ini para hamba Allah berkompetisi dengan sekian banyak jenis ibadah untuk meraih predikat termulia yaitu taqwa.
          Secara umum, seluruh jenis kebaikan yang dianjurkan dalam syariat Islam hendaknya dioptimalkan kuantitas dan kualitasnya di bulan Ramadhan, namun ada beberapa amalan khusus yang sangat dianjurkan di bulan ini, diantaranya:

Minggu, 17 Juli 2011

HADITS-HADITS LEMAH DAN PALSU SEPUTAR BULAN SYA’BAN(1)
Di tengah masyarakat kita beredar banyak hadits-hadits lemah dan palsu seputar keutamaan ibadah pada bulan Sya’ban. Hadits-hadits tersebut menyebar lewat berbagai cara. Mulai dari ceramah para khathib, tulisan di buku, majalah, situs, blog, jejaring sosial, hingga sms. Berikut ini kami tuliskan contoh kecil dari sebagian hadits lemah dan palsu tersebut  agar diketahui bersama oleh kaum muslimin.
Hadits-hadits tentang puasa sunah di bulan Sya’ban
Hadits pertama
 عن عائشة رضي الله عنها عن رسول الله صلى الله عليه وسلم : [ شعبان شهري ورمضان شهر الله وشعبان المطهر ورمضان المكفر] .
Dari Aisyah radhiyallohu anha dari Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda, “Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan Allah. Sya’ban adalah (bulan) yang mensucikan dan Ramadhan adalah bulan yang menghapuskan (dosa-dosa).”
Keterangan : Ini adalah hadits palsu. Imam Al-‘Ajluni berkata: Hadits ini diriwayatkan oleh Ad-Dailami dari Aisyah secara marfu’. Ibnu Al-Ghars berkata: Guru kami berkata hadits ini dha’if. (lihat: Kasyful Khafa’ wa Muzilul Ilbas, juz 2 hlm. 13 no. 1551).
Imam Al-Munawi berkata dalam Faidhul Qadir Syarh Jami’ Shaghir : “Di dalam sanadnya ada Hasan bin Yahya Al-Khusyani. Imam Adz-Dzahabi berkata: Imam Ad-Daraquthni mengatakan ia perawi yang matruk (ditinggalkan haditsnya). Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani melemahkannya dalam Dha’if Jami’ Shaghir no. 3402.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq dan Ad-Dailami dari Aisyah secara marfu’ dengan lafal: ”Bulan Ramadhan adalah bulan Allah dan bulan Sya’ban adalah bulanku. Sya’ban adalah (bulan) yang mensucikan dan Ramadhan adalah (bulan) yang menghapuskan (dosa-dosa).” Sanadnya sangat lemah sebagaimana dijelaskan oleh syaikh Al-Albani dalam Dha’if Jami’ Shaghir no. 34119.

Rabu, 13 Juli 2011

TARIKH PENULISAN ‘ULUMUL HADITS[1]
Bagian Kedua
Oleh: Abu Shafa Luqmanul Hakim
Bab Kedua: Sejarah Ringkas Perkembangan ‘Ulumul Hadits
Pasal Pertama: Abad Pertama – Abad Ketiga
          Pada zaman sahabat dan kibarut tabi’in hadits-hadits Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- belum ditadwin[2] [dibukukan], namun hadits-hadits tersebut terjaga di dalam dada para ulama kita dan tersebar lewat shahifah [lembaran] yang ditulis oleh mereka, adapun shahifah yang termasyhur pada masa itu adalah shahifah as-shaadiqah yang ditulis oleh Abdullah bin Amr bin ‘Ash –radhiyallahu ‘anhu-.
            Pada awal islam, Rasulullah melarang para sahabatnya untuk menulis hadits-hadits dari beliau, sebagaimana sabda beliau:
لا تكتبوا عنّي غير القرآن ومن كتب عنّي غير القرآن فليمحوه
Artinya: Janganlah kalian mencatat sesuatu dariku kecuali al-qur’an, barangsiapa yang menulis sesuatu dariku selain al-qur’an, maka hendaknya dia menghapusnya.[3]
Namun larangan hanya bersifat temporer dan tidak permanen, hal ini disebabkan dua hal pokok berikut ini:
A.     Kuatnya kemampuan kabilah arab dalam menghafal, pasalnya mayoritas dari mereka  buta huruf [tidak bisa membaca dan menulis][4], maka mereka cenderung mengandalkan daya ingat dalam berinteraksi.
B.     Kekhawatiran Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- akan bercampurnya al-qur’an dan hadits sehingga sulit untuk dibedakan[5], dan larangan ini tidak berlaku bagi sahabat yang mampu membedakan antara keduanya, misalnya dengan memisahkan antara catatan yang berisi ayat-ayat al-qur’an dan catatan yang memuat hadits-hadits Nabi.
Dan menguatkan pendapat diatas, datangnya riwayat-riwayat yang valid dari Rasulullah –shallallahu ‘alaihin wasallam- yang dhahirnya memberi ijin para sahabat untuk mencatat hadits-hadits beliau, diantara riwayat tersebut adalah:
KEDUDUKAN HADITS
"TAWASSUL NABI ADAM –'alaihissalam- DENGAN HAK (KEHORMATAN) NABI MUHAMMAD –shallallahu'alaihi wasallam-  DAN BAHWA ADAM TIDAKLAH DICIPTAKAN KECUALI KARENA MUHAMMAD"
DARI SEGI SANAD
(bag.pertama)
Disusun : Abu Shafwan Al Munawy


Bismillaahiraahmaanirrahiim
Segala puji bagi Allah; Dzat yang dengan indahnya kelembutan dan agungnya kemuliaan-Nya mencurahkan nikmat Iman dan Islam kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya, lalu merasukkan ke dalam hati mereka kemurnian aqidah dan teguhnya iman yang merupakan simbol kekuatan dan ke'izzahan mereka di setiap zaman dan tempat.
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan atas Nabi dan Kekasih kita Muhammad bin Abdullah,para keluarga yang suci dan segenap sahabat yang telah dipilih oleh Allah untuk menemani perjuangan dan membela Nabi-Nya.
          Tema "Tawassul dengan hak atau jaah (kedudukan) nabi setelah ia wafat" adalah sebuah masalah aqidah yang populer di kalangan umat Islam.Walaupun masalah ini telah jelas keharaman dan larangannya dari dalil-dalil Al Qur'an dan Sunnah akan tetapi sebagian ulama –semoga Allah mengampuni mereka- telah tergelincir dalam masalah ini yang mana mereka membolehkan hal tersebut.Tragisnya ketergelinciran mereka ini kemudian ditaklid dan diikuti oleh pengikut-pengikut mereka secara fanatik  yang kemudian mereka sebarkan kepada umat tanpa tahu menahu tentang keabsahan dan keotentikan dalil yang mereka jadikan sebagai hujjah.
       Diantara dalil yang mereka jadikan sebagai hujjah dalam masalah ini adalah hadis yang diriwayatkan dan dishahihkan oleh Imam  Al Hakim dalam Al Mustadrak yang mengisahkan bahwa ketika Adam –alaihissalam- berbuat kesalahan di surga ia kemudian berdoa dengan bertawassul dengan kehormatan Muhammad dan bahwasanya Nabi Adam tidaklah diciptakan kecuali karena Muhammad –shallallahu'alaihi wasallam-. Oleh karena itu dalam pembahasan yang sederhana ini,penyusun mengangkat tema ini dan memusatkan pengkajian pada hadis riwayat Al Hakim tersebut agar jelas bagi kita apakah penilaian Imam Al Hakim tentang shahihnya hadis tersebut benar ataukah beliau telah khilaf dan melakukan tasaahul (memudah-mudahkan) dalam menilai shahih hadis tersebut….!? Selamat membaca…..

Rabu, 08 Juni 2011

 Oleh: Abu Shafa Luqmanul Hakim
Muqaddimah
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام علي رسوله الأمين وعلي آله وأصحابه الطاهرين ومن اهتدي بهداهم إلي يوم الدين, أما بعد :
          Adalah merupakan kesepakatan kaum muslimin bahwa al-Hadits merupakan sumber syariat islam kedua setelah al-Qur-an, karenanya mempelajari hadits-hadits Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- merupakan kewajiban sebagaimana mempelajari al-Qur-an[2], olehnya, demi menyempurnakan pengkajian kita terhadap hadits-hadits Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam-, dan memudahkan dalam menelaah sunnah yang diwariskan oleh beliau, serta mampu memilah antara yang shahih dan yang dha’if dari hadits dan sunnah tersebut, maka dibutuhkan wasilah khusus yang bisa  merealisasikan hal tersebut, wasilah tersebut adalah ‘Ulumul Hadits.

Sabtu, 04 Juni 2011

Alih Bahasa: Abu Shafa Luqmanul Hakim
            Segala puji bagi Allah –subhanahu wa ta’ala- atas anugerah yang senantiasa tercurah, shalawat dan salam semoga terhatur bagi Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, para sahabat dan seluruh umatnya hingga hari kiamat.
            Redaksi hadits di atas sangatlah masyhur di tengah kaum muslimin dewasa ini, hampir seluruh lapisan masyarakat menghafalnya, mimbar-mimbar jum’at terguncang olehnya, lisan-lisan begitu fasih mengumbarnya, namun satu hal yang perlu kita pertanyakan, bagaimanakah derajat hadits diatas menurut para pakar hadits?, untuk menjawab pertanyaan diatas, kami suguhkan dalam artikel ini hasil kajian Fadhilatus Syaikh Muhadditsul ‘Ashr Muhammad bin Nashiruddin al-Albani –rahimahullah- terhadap hadits ini, semoga artikel sederhana ini bisa mengobati kegusaran kita atas pertanyaan di atas, wallahu waliyyut taufiq.
Redaksi Hadits:
اختلاف أمتي رحمة
Artinya: Perbedaan di antara ummatku adalah rahmat
Fadhilatus Syaikh Muhammad bin Nashirudin al-Albani mengatakan: ”hadits ini tidak ada asal usulnya.

Minggu, 22 Mei 2011

METODE  DALAM MENGHAFAL HADITS NABI
Oleh: Fadhilatus Syaikh Dr. Abdulkarim al-Khudhair –Hafidhahullah-
Alih Bahasa: Abu Shafa Luqmanul Hakim
            Segala puji bagi Allah –subhanahu wa ta’ala- atas anugerah yang senantiasa tercurah, shalawat dan salam semoga terhatur bagi Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, para sahabat dan seluruh umatnya hingga hari kiamat.
Akan “hadir” bersama kita dalam artikel ini Fadhilatus Syaikh Dr. Abdulkarim al-Khudhair –hafidhahullah-, beliau akan membeberkan tips-tips dalam mengkaji dan mempelajari hadits-hadits Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tercinta, semoga kita diberi taufiq oleh Allah –subhanahu wa ta’ala- untuk mengambil faedah dari beliau, selamat menyimak.
Pertanyaan:
Bagaimanakah metode yang terbaik untuk menghafal hadits Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-??.
Jawaban:

Minggu, 15 Mei 2011


MENYENTUH WANITA NON MAHRAM DALAM TINJAUAN ISLAM
KAJIAN FIQH HADITS [1]
Diterjemahkan dan disusun oleh : Abu Shafa Luqmanul Hakim

Muqaddimah
Segala puji hanya untuk Allah semata, Rabb sekalian alam, pemilik segala kemuliaan dan keutamaan serta menetapkannya untuk makhluq yang dipilihnya. Shalawat dan Salam untuk sang manusia pilihan, yang diutus dengan agama dan mukjizat abadi, yaitu Nabi Muhammad –shallallahu 'alaihi wasallam-, semoga keselamatan dan kesejahteraan senantiasa tercurah untuk beliau, para keluarga dan sahabatnya, serta seluruh umatnya yang gigih meniti jalannya sampai hari kiamat datang menjelang.
Ikhwah yang dirahmati Allah, sesungguhnya orang yang mengkaji alqur'an dan sunnah akan memahami dengan gamblang tentang perhatian agama islam yang besar  terhadap hak-hak wanita, mensyariatkan hukum-hukum untuk menjaga kemuliaannya, menurunkan penjelasan dari alqur'an maupun sunnah untuk melanggengkan kesucian mereka, bak sang ratu cantik nan jelita yang terjaga dari kotoran, ibarat permata yang tidak sembarang tangan bisa menikmati dan menyentuhnya, padahal pada jaman jahiliyah wanita hanyalah barang yang diwariskan turun temurun, mereka ibarat sampah yang tidak dikehendaki kehadirannya, bahkan wanita merupakan simbol aib yang harus dienyahkan dari muka muka ini, maka tidak mengherankan apabila lisan takjub Umar bin Khatthab –radiyallahu 'anhu- mengatakan:
وَاللَّهِ إِنْ كُنَّا فِى الْجَاهِلِيَّةِ مَا نَعُدُّ لِلنِّسَاءِ أَمْرًا ، حَتَّى أَنْزَلَ اللَّهُ فِيهِنَّ مَا أَنْزَلَ وَقَسَمَ لَهُنَّ مَا قَسَمَ
Artinya: Demi Allah, sesungguhnya kami di jaman jahiliyah tidak menganggap wanita sesuatu yang patut untuk dimuliakan, sampaikan Allah menurunkan –tentang hak mereka- penjelasan, dan membagi –warisan- untuk mereka.[2]
            Namun, di era modern ini, keindahan hukum Islam terkait dengan hak-hak wanita mulai terkoyak, kemuliaan yang ditawarkan Islam kepada mereka mulai ternoda, bahkan persepsi jahiliyah tentang wanita berkibar kembali, ironisnya pengibarnya adalah kader-kader kaum muslimin sendiri. Mungkin penyebabnya adalah kebodohan yang menyelimuti umat ini, sehingga mengaburkan penjelasan Ilahi terkait masalah ini, atau termakan syubhat-syubhat murahan yang ditebarkan para musuh islam, demi menghancurkan agama yang mulia ini.
            Salah satu masalah yang mulai samar di tengah kaum muslimin terkait interaksi dengan wanita non mahram [asing] adalah tentang menyentuh atau berjabat tangan dengan wanita. Hal ini termasuk salah satu as-sunnah al-mahjurah [sunnah yang ditinggalkan] di tengah kaum muslimin, sungguh sangat marak di tengah kaum muslimin fenomena berjabat tangan dengan wanita non mahram, menganggap hal ini adalah lumrah, bahkan kening mereka akan mengerut penuh keheranan bila menjumpai segelintir kaum muslimin yang enggan menyambut uluran tangan wanita non mahram mereka, Allah Musta'an wa ilaihit tuklan.
            Berangkat dari fenomena di atas, maka kami berhasrat untuk menjelaskan tentang masalah ini dengan metode kajian hadits dan fiqh terkait dengan masalah ini, demi menghidupkan kembali sunnah Nabi yang mulai redup ditinggalkan para pengikutnya. Adapun manhaj kami dalam artikel ini, maka kami akan berupaya untuk mentakhrij hadits-hadits yang kami nukil dalam makalah ini, jika hadits tersebut diriwayatkan oleh al-imam al-Bukhari dan Muslim atau salah satu dari mereka berdua, maka kami tidak akan berpanjang lebar dalam mentakhrijnya, namun apabila hadits tersebut diriwayatkan oleh selain mereka berdua, maka kami akan mencoba untuk mentakhrijnya dan menyertakan komentar [hukum] para ulama terhadap hadits-hadits tersebut. Dan karena makalah ini juga memuat kajian fiqh, maka kami juga akan menukil perkataan dan pendapat para ulama kita terkait makna dari hadits-hadits yang kami nukil, wallahu muwaffiq.
            Ikhwah yang dirahmati Allah, demi memudahkan penyusunan dari makalah ini, maka kami akan membagi makalah ini dalam dua point, Pertama: Hukum Menyentuh Dan Berjabat Tangan Dengan Wanita Asing, Kedua: Menjawab Syubhat.
            Point-point inilah yang akan kami bahas dalam makalah yang ringkas ini, demi menghidupkan kembali sunah Rasulullah yang telah mulai asing di tengah umat islam, semoga Allah senantiaasa mencurahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita.

Selasa, 10 Mei 2011

TA'DHIMUS SUNNAH
Potret Pengagungan Ulama Salaf Terhadap Sunnah
Karya: Fadhilatus Syaikh Abdul Qoyyum as-Suhaibaniy –hafidhahullah-
Alih Bahasa: Abu Shafa Luqmanul Hakim
Bagian II
Muqaddimah
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام علي رسوله الأمين وعلي آله وأصحابه الطاهرين ومن اهتدي بهداهم إلي يوم الدين, أما بعد :
Adalah merupakan anugerah dari Allah –subhanahu wa ta'ala- ketika kami bisa merampungkan bagian pertama dari artikel ini, yang menjelaskan urgensi mengagungkan sunah-sunah Nabi beserta dalil-dalilnya dari al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi serta atsar-atsar dari para ulama salaf, dan pada kesempatan ini kami suguhkan bagi para ikhwah sekalian bagian kedua dari artikel ini, yang menjelaskan tentang hukuman duniawi bagi orang-orang-orang yang mengolok-olok dan melecehkan sunah Nabi. Akhirnya, secercah asa tumbuh di dalam hati, semoga goretan sederhana ini bisa membangkitkan semangat kita untuk lebih mencintai dan mengagungkan sunah Nabi yang tercinta, wallahu waliyut taufiq.

Selasa, 15 Februari 2011

TA'DHIMUS SUNNAH

Potret Pengagungan Ulama Salaf Terhadap Sunnah
Karya: Fadhilatus Syaikh Abdul Qoyyum as-Suhaibaniy -Hafidhahullah-
Alih Bahasa: Abu Shafa Luqmanul Hakim
Bagian I

Muqaddimah
إنّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا, من يهده الله فلا مضلّ له ومن يضلل فلا هادي له, أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده و رسوله.
قال تعالى : يا أيّها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتنّ إلاّ وأنتم مسلمون.
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama islam.[1]
قال تعالى : يا أيها النّاس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبثّ منهما رجالا كثيرا ونساء واتقوا الله الذي تساءلون به والأرحام إنّ الله كان عليكم رقيبا.
Artinya: Wahai sekalian manusia, bertaqwalah kepada tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak, dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan namanya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahmi, sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasi kamu.[2]